Perlis, Malaysia, Senin 20 Oktober 2025 –Di antara banyak kisah perjuangan dalam dunia pendidikan dan dakwah, perjalanan hidup H. Abunawas, S.Ag., MM adalah kisah yang sarat makna. Ia adalah contoh nyata bahwa kesederhanaan bukanlah penghalang bagi cita-cita besar, dan bahwa ilmu, bila dicari dengan keikhlasan, akan mengangkat derajat siapa pun yang memperjuangkannya.
Akar Kehidupan di Desa Kecil
H. Abunawas lahir pada 3 Juli 1969 di sebuah desa kecil bernama Pendalian, yang kini telah menjadi Kecamatan Pendalian IV Koto sebagai pemekaran dari Rokan IV Koto Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Ia lahir dan tumbuh dalam keluarga petani yang hidup sederhana.
Ketika masih duduk di kelas 1 SD, cobaan berat menimpanya — sang ibunda tercinta wafat. Sejak saat itu, kecil Abunawas tumbuh tanpa belaian seorang ibu. Ia kemudian tinggal bersama aba (ayah), nenek, serta kakak dan abang (udo), yang seluruhnya hidup sebagai petani kampung. Kehidupan mereka jauh dari kemewahan; makan sekadarnya, pakaian sederhana, dan rumah kayu kecil menjadi saksi kesabaran mereka dalam menghadapi hidup.
Namun dari keluarga yang penuh kasih dan keikhlasan itu, Abunawas belajar arti perjuangan. Ia melihat langsung bagaimana ayah dan saudaranya bekerja keras di ladang dan dihutan tanpa mengeluh, dan dari situlah tumbuh keyakinan bahwa kerja keras dan kesabaran akan selalu berbuah kebaikan.
Menapaki Jalan Ilmu
Abunawas menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 06 Pendalian, lalu melanjutkan ke SMP Muhammadiyah Bangkinang dan menamatkannya pada 1985. Setelah itu, ia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Muhammadiyah Bangkinang, tamat pada 1989, sambil tinggal di Asrama Yatim Panti Asuhan Muhammadiyah Bangkinang, Kampar, dan mengajar ngaji anak-anak keluarga Rumah Makan Sari Bundo Bangkinang. Hidupnya diwarnai dengan kesederhanaan, tetapi semangat menuntut ilmunya tak pernah padam.
Selepas MA, ia melanjutkan studi ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Susqa Pekanbaru, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
Enam bulan pertama di Pekanbaru dijalaninya dengan penuh keterbatasan—Menumpang di kos-an teman sekampung di sekitar Masjid Al-Mi’ad tanpa peralatan dapur, tanpa mesin tik, bahkan tanpa sebilah sendok. Namun, tekad untuk menyelesaikan kuliah tetap kuat.
Ia kemudian menjadi gharim (penjaga masjid) di Masjid Ar-Ridha, Jalan Tasyakur/Jalan Belimbing, Pekanbaru selama satu tahun. Ia menjadi muadzin, imam, pembersih masjid, dan penjaga kebersihan. Dari tempat sujud yang sederhana itu, ia belajar tentang makna ketulusan, tanggung jawab, dan keberkahan hidup.
Bertahan dan Mengabdi di Dunia Pendidikan
Untuk bertahan hidup, Abunawas bekerja sebagai penjaga SD Muhammadiyah 1 Pekanbaru di Jalan Agus Salim, disamping mengajar juga di MDA Mesjid Taqwa Muhammadiyah Pasar Pusat. Ia bangun sebelum subuh untuk membersihkan kelas, menyiapkan teh manis dan air minum untuk guru, kemudian berangkat kuliah. Sore dan malam hari, ia mengajar ngaji anak-anak di sekitar sekolah, serta tiga kali sepekan mengajar anak pak Almarhum H. Syamsul Bahri, anak pak Almarhum Darul Arief.
Ia juga pernah menjadi pegawai tata usaha sekaligus guru dan “juru kunci” di MTs Muhammadiyah Jalan Pangeran Hidayat Pekanbaru—membuka pagar sekolah di pagi hari dan menutupnya di siang hari.
Selain aktif menimba ilmu beliau juga menyalurkan bakat dan minatnya dibidang olahraga – Beliau adalah salah seorang atlit sepak takraw mewakili Fakultas Tarbiyah IAIN Susqa Peknbaru bersama dua konconya bernama Mahyuddin Mantan Kakanwil kemenag Riau dan Syahbandar, salah seorang cikgu di Batam Kepri.
Kerja keras dan ketekunannya akhirnya membuahkan hasil. Tahun 1995, ia menamatkan kuliahnya dan resmi menyandang gelar Sarjana Agama (S.Ag.).
Sebagai kader Persyarikatan Muhammadiyah, Abunawas kemudian diamanahi menjadi guru di SMK Muhammadiyah 1 (dulu STM Muhammadiyah 1) Pekanbaru, sekaligus asisten wakil kepala sekolah bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Ia dikenal dekat dengan siswa, membina mereka dalam ibadah dan akhlak, serta membimbing pelaksanaan shalat berjamaah di Masjid Raya Pasar Bawah Pekanbaru.
Kesungguhan itu membawanya mengikuti Diksuspala (Pendidikan Khusus Kepala Sekolah) di Jakarta, dan ia berhasil menjadi 10 besar peserta terbaik se-Indonesia. Sebuah capaian yang lahir dari disiplin, kerja keras, dan keikhlasan.
Perjalanan di Dunia Politik
Ketika gelombang Reformasi 1998 mengguncang Indonesia, Abunawas ikut terpanggil. Bersama para tokoh Muhammadiyah dan masyarakat Riau, ia menjadi inisiator Partai Amanat Nasional (PAN) di Pekanbaru. Ia tercatat memiliki nomor kartu anggota 007, menandakan keterlibatannya sejak awal lahirnya PAN.
Pada Pemilu 1999, Allah memberikan amanah besar — Abunawas terpilih menjadi anggota DPRD Kota Pekanbaru dari Daerah Pemilihan Rumbai, duduk di kursi nomor 2 dari 9 kursi PAN di DPRD kota Pekanbaru. Tidak tanggung-tanggung, begitu terpilih langsung menjadi pimpinan DPRD, walaupun hanya pimpinan sementara bersama bpk Almarhum Abu Samah Amin dari Partai Golkar. Mediapun heboh dengan menyebutkan pimpinan DPRD Pekanbaru “ABU-ABU”, ternyata Abunawas dan Abu Samah Amin.
Setelah ketua DPRD depenitif, mulailah menyusun alat kelengkapan Dewan, salah satu alat kelengkapannyan adalah pimpinan Komisi, dan Abunawas kembali mendapatkan amanah diposisi Sekretaris Komisi II yang membidangi Ekonomi.
Dalam Musyawarah Daerah PAN tahun 2000, Ketua DPD terpilih Adrian Ali memintanya menjadi Sekretaris DPD PAN Kota Pekanbaru. “Dinda, kalau abang terpilih, adinda siap-siap jadi sekretaris, ya?” ucap sang ketua. Dengan rendah hati Abunawas menjawab, “Sami’na wa atha’na” bang, siap…!
Amanah itu dijalankannya dengan sepenuh hati. Pada Pemilu 2004, kepercayaan masyarakat kembali menghantarkannya ke kursi legislatif untuk periode kedua hingga 2009 di Daerah Pemilihan Bukit Raya. Di periode ini Abunawas diberi amanah menjadi Wakil Ketua Komisi IV membidangi Infrastruktur sekaligus menjabat sebagai Ketua Fraksi. Sepuluh tahun menjadi wakil rakyat, ia dikenal sederhana, jujur, disiplin, dan dekat dengan masyarakat, terutama kalangan pendidikan dan dakwah.
Menjaga Ilmu, Menggapai Ridha
Di tengah kesibukan sebagai anggota dewan, Abunawas tidak melupakan dunia pendidikan. Tahun 2003, ia berhasil menyelesaikan Magister Manajemen (S2) di Jakarta. Uniknya Abunawas adalah banyak bidang yg dikuasainya. Beliau juga seorang Qori, ternyata juga seorang Artis sering tampil di Riau Televisi dengan lagu Senja di Rokan Hulu, dan telah menyelesaikan beberapa Albun lagu Melayu. Dan kini, dengan semangat yang sama seperti masa mudanya, ia kembali menuntut ilmu di jenjang Doktoral (S3) di Universiti Muhammadiyah Antarabangsa Malaysia (UMAM), Perlis.
Ia tinggal di Asrama Wang Ulu, Gedung B14, Kolej Kediaman Tan Sri Aisyah Ghani, Jalan Wang Ulu, 01000 Kangar, Perlis, Malaysia, di kamar kecil berukuran 2,5 x 3,5 meter dengan katil kecil, meja belajar, almari mini, dan kipas angin. Dari ruang sederhana itu, ia terus menulis, meneliti, dan berdoa agar ilmunya bermanfaat bagi banyak orang.
“Dulu saya hanya penjaga masjid,” ujarnya suatu ketika, “sekarang Allah izinkan saya menjaga ilmu. Semoga setiap langkah ini menjadi amal di sisi-Nya.”
Penutup
Kisah hidup H. Abunawas, S.Ag., MM adalah potret perjuangan sejati. Dari kehilangan ibu di masa kecil, hidup sederhana bersama keluarga petani, menjadi penjaga masjid, guru, hingga anggota DPRD dua periode, semuanya ia jalani dengan keteguhan, kejujuran, dan doa.
Perjalanan panjangnya membuktikan bahwa kemiskinan bukan penghalang bagi siapa pun yang ingin maju. Dari lantai masjid hingga menara ilmu di negeri seberang, langkah hidupnya mengajarkan:
Bahwa kesungguhan, keikhlasan, dan iman adalah kunci keberhasilan yang hakiki.







